akmani legian hotel

akmanilegian.com

Senin, 01 Juni 2015

Fakta Unik Jepang Yang Insiratif

Saat itu Kapten Algreen sedang bingung dengan tingkah-polah samurai. Bagaimana tidak, mereka memenggal leher lawannya yang sedang berlutut untuk menyerah, namun di sisi lain malah memperlakukan Algreen (yang hanyalah seorang tawanan) dengan beradab. Samurai juga menganggap gugurnya prajurit di medan laga sebagai "a good death".
Katsumoto melihat kebingungan sang tawanan. Sambil lalu, pemimpin samurai Jepang itu berujar, "Banyak hal yang tak kau pahami tentang kebiasaan kami, Kapten Algreen, sebagaimana pula kami tak memahami banyak kebiasaan Tuan," Katsumoto tersenyum dan melanjutkan kalimatnya, "misalnya tak memperkenalkan diri. Bagi kami itu adalah tak sopan. Meski kepada musuh sekalipun."
The last samurai

Adegan diatas adalah cukilan Box Office terkenal: The Last Samurai. Film yang meraih berbagai penghargaan ini ternyata banyak bercerita tentang nilai-nilai yang dijunjung kaum Jepang tradisional. Disiplin, memegang teguh prinsip, dan kesetiaan adalah beberapa hal diantaranya.
Apakah nilai-nilai samurai tradisional itu sudah mati, tergilas jaman yang kian modern? Jawabannya sederhana: Tidak. Malah nilai-nilai itu menjelma menjadi sesuatu yang baru. 

Inilah beberapa nilai dan kebiasaan-kebiasaan orang Jepang masa kini yang inspiratif. Melihat fakta-fakta unik berikut, tak heran negara minim sumber daya alam, rawan gempa, yang porak-poranda pasca Perang Dunia Kedua itu kini menjelma menjadi salah satu negara raksasa ekonomi dunia.
Tak ada salahnya untuk sedikit "mencontek" budaya positif yang mereka terapkan hingga mampu seperti jepang yang kita kenal saat ini.



  • Anak-anak Jepang membersihkan sekolah mereka setiap hari selama 15 menit bersama-sama dengan para guru. Inilah yang menyebabkan munculnya generasi Jepang yang sederhana dan tertarik pada kebersihan.
  • Setiap warga negara Jepang yang memiliki anjing harus membawa tas khusus untuk mengambil kotoran anjing. Keinginan mereka untuk selalu menjaga kebersihan adalah sebagian dari etika Jepang.
  • Tahukah Anda, pekerja kebersihan di Jepang disebut “insinyur kesehatan” dan mendapat gaji USD 5000-8000 per bulan? Nominal yang besar. Selain itu, untuk menjadi petugas kebersihan harus melalui tes tertulis dan lisan.
  • Jepang tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah seperti nusantara, dan wilayahnya rentan terkena gempa bumi. Tetapi hal itu tidak dapat menghalangi mereka untuk menjadi salah satu raksasa ekonomi di dunia.
  • Hiroshima, kota yang hancur lebur di penghujung Perang Dunia Kedua kembali bangkit secara ekonomi seperti sebelum jatuhnya bom atom hanya dalam sepuluh tahun.
  • Apakah Anda tahu bahwa tingkat keterlamabatan kereta api di Jepang hanyalah sekitar 7 detik per tahun? Mereka menghargai waktu, sangat tepat waktu untuk menit dan detik
  • Interaksi dan sopan santun antar manusia dijunjung tinggi. Pemerintahnya bahkan mencegah penggunaan ponsel di kereta api, restoran maupun dalam ruangan.
  • Anak-anak Jepang sejak tahun pertama hingga tahun keenam di sekolah dasar harus mempelajari etika dalam berinteraksi dengan orang lain.
  • Meskipun salah satu negara dengan penduduk terkaya di dunia, disana tak ada budaya memiliki pembantu. Orang tua bertanggung jawab untuk rumah dan anak-anak mereka.
  • Tidak ada ulangan/ujian dari kelas satu sampai kelas tiga sekolah dasar. Tujuan pendidikan adalah menanamkan konsep dan membangun karakter, bukan sekedar pemeriksaan nilai maupun penjejalan konsep-konsep hafalan.
  • Bila Anda pergi ke sebuah restoran prasmanan di Jepang, Anda akan melihat orang-orang yang hanya mengambil makanan sebanyak yang mereka butuhkan. Tanpa limbah apapun. Mereka terbiasa untuk tidak membuang percuma sumber daya.
  • Anak-anak dibiasakan menggosok dan membersihkan gigi setelah makan di sekolah bersama-sama. Mereka dibiasakan menjaga kesehatan sejak usia dini.
  • Bila kita menanyakan tentang semua penanaman nilai-nilai sederhana sejak dini ini, masyarakat Jepang akan menanggapinya dengan luarbiasa serius. "Siswa-siswa inilah harapan kami," tukas mereka, "merekalah masa depan Jepang!
  • Sudah menjadi rahasia umum bahwa bangsa Jepang adalah pekerja keras. Rata-rata jam kerja pegawai di Jepang adalah 2450 jam/tahun, sangat tinggi dibandingkan dengan Amerika (1957 jam/tahun), Inggris (1911 jam/tahun), Jerman (1870 jam/tahun), dan Perancis (1680 jam/tahun). Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh dikatakan “agak memalukan” di Jepang, dan menandakan bahwa pegawai tersebut termasuk “yang tidak dibutuhkan” oleh perusahaan.
  • Malu adalah budaya leluhur dan turun temurun bangsa Jepang. Harakiri (bunuh diri dengan menusukkan pisau ke perut) menjadi ritual sejak era samurai, yaitu ketika mereka kalah dan pertempuran. Masuk ke dunia modern, wacananya sedikit berubah ke fenomena “mengundurkan diri” bagi para pejabat (mentri, politikus, dsb) yang terlibat masalah korupsi atau merasa gagal menjalankan tugasnya. Mereka malu terhadap lingkungannya apabila mereka melanggar peraturan ataupun norma yang sudah menjadi kesepakatan umum.
  • Loyalitas membuat sistem karir di sebuah perusahaan berjalan dan tertata dengan rapi. Sedikit berbeda dengan sistem di Amerika dan Eropa, sangat jarang orang Jepang yang berpindah-pindah pekerjaan. Mereka biasanya bertahan di satu atau dua perusahaan sampai pensiun. Ini mungkin implikasi dari Industri di Jepang yang kebanyakan hanya mau menerima fresh graduate, yang kemudian mereka latih dan didik sendiri sesuai dengan bidang garapan (core business) perusahaan.
  • Jepang bukan bangsa penemu, tapi orang Jepang mempunyai kelebihan dalam meracik temuan orang dan kemudian memasarkannya dalam bentuk yang diminati oleh masyarakat.
  • Tidak peduli dimana saja duduk atau berdiri, banyak orang yang memanfaatkan waktu untuk membaca. Banyak penerbit yang mulai membuat manga (komik bergambar) untuk materi-materi kurikulum sekolah. Buku pengetahuan disajikan dengan menarik yang membuat minat baca masyarakat semakin tinggi. Budaya baca orang Jepang juga didukung oleh kecepatan dalam proses penerjemahan buku-buku asing (bahasa inggris, perancis, jerman, dsb).
  • Masyarakat Jepang sangat bangga akan budayanya, perkembangan teknologi dan ekonomi, tidak membuat bangsa Jepang kehilangan jati diri. Terbukti dengan masih kentalnya budaya bertani, memberi hormat, minta maaf, sampai kepercayaan mereka yang terus hidup dalam kehidupan masyarakat mereka.


Di akhir film Last Samurai, diceritakan bahwa kaisar akhirnya tersadar. Beliau menyadari bahwa segala modernisasi di Jepang terlalu cepat, bahkan kebablasan. "We cannot forget who we are. And where we come from," kata sang Kaisar.
Sadar atau tidak, tetap memegang budaya asli ditengah era modern adalah salah satu resep sukses  Jepang. Yup, Jepang dan China adalah contoh nyata bahwa bangsa yang memiliki warisan budaya luhur jaman dahulu tak boleh melupakan akarnya. Dan -oh yeah-, resep itu jitu, bukan? Kerennya lagi, Jepang dan China menjelma menjadi raksasa ekonomi modern yang unik, karena karakter budayanya masih kental terasa. Masyarakat internasional menghormati karakter mereka.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Apakah kita mulai forget who we are, and where we come from? Ah... semoga saja tidak. Semoga hasrat demi kelihatan modern dan ala barat tak membuat kita melupakan akar budaya Indonesia. Akar budaya yang bisa berkembang bersama modernitas.
.
.
.
.
.
.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar